Senin, 06 Oktober 2008

SIDAMANIK rindu aku padamu!!!

Mungkin banyak orang yang tidak tahu kalau kampung saya, tanah kelahiran saya yang tercinta adalah sebuah desa yang indah. Letaknya hanya sekitar 20 km dari Pematang Siantar ibukota Kabupaten Simalungun dahulu (sekarang ibukota Kabupaten Simalungun adalah Raya). Dari Raya hanya sekitar 10 km bila melalui jalan alternatif dari perkebunan Teh Sidamanik dan Marjandi. Akses transportasi sudah lumayan baik, angkutan umum banyak pilihan mulai dari mini bus, sampai bus 3/4 mirip Kopaja kalau di Jakarta. Sidamanik sekarang sudah bertambah maju seiring dengan sudah dimekarkannya kecamatan ini menjadi dua wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sidamanik dengan ibukotanya Sarimatondang, dan kecamatan Pematang Sidamanik dengan ibukotanya Tigaurung (sekitar 3 km dari Sarimatondang).
Kebanyakan penduduk di sini bermata pencaharian sebagai petani sawah dan tanaman keras, juga bekerja sebagai karyawan kebun teh, PNS dan pedagang di pasar kecamatan. Sidamanik adalah sebuah wilayah yang menurut saya luar biasa bahkan mungkin tidak semua daerah lain memiliki potensi seperti ini. Tanahnya subur, udara sejuk, Air melimpah, dikelilingi oleh pegunungan yang di sebelah Utara dikenal dengan pegunungan Dolok Simbolon, di sebelah selatan dikenal dengan pegunugan dolok Simanuk manuk dan di sebelah barat pegunungan Simarjarunjung. Sidamanik juga dikelilingi oleh perkebunan raksasa milik PTPN IV sebuah perkebunan milik negara, yang hasil komoditinya banyak diekspor ke luar negeri. Ada Teh, kakao, dan Kelapa Sawit. Dahulu waktu zaman penjajahan Belanda, Sidamanik adalah daerah perkebunan Teh terbesar di Sumatera. Di kecamatan ini berdiri 4 pabrik teh yang mempekerjakan ribuan karyawan antara lain Pabrik Teh Sidamanik, Bah Butong, Toba Sari, dan Bah Birong Ulu. Sayang setelah zaman reformasi dan privatisasi BUMN, kebun teh ini dimerger dengan kebun Bah Jambi yang memproduksi kelapa Sawit. Karyawannya sekarang banyak yang di PHK, pensiun dini, dan ada yang dipindahkan ke kebun lain di daerah Kerinci Riau. Dahulu kebun Teh banyak menyerap tenaga kerja pemetik Teh, sekarang untuk memetik Teh sudah mempergunakan mesin. Untuk menyemprot pupuk dan pembasmi hama sudah memakai mesin. Semua sudah serba mesin.
Tidak heran sekarang bila pasar Sidamanik (disebut pekan) tidak seramai dulu. Sidamanik satu satunya pasar di Kabupaten simalungun yang memiliki hari pekan 2 kali dalam seminggu, Jumat dan Minggu. Karena saat itu di perkebunan masih mengenal gajian kecil dan gajian besar yang membuat banyak karyawan kebun membelanjakan uangnya di pasar tersebut. Apalagi saat hari gajian besar, pasar Sidamanik akan tumpah ruah oleh karyawan kebun yang didominasi oleh etnis jawa.

Sidamanik memiliki satu akses jalan raya yang membentang membelah dua kecamatan. Jalan raya adalah batas kecamatan dengan daerah Panei Tongah. Tak heran bila masyarakat di Pangkalan Buntu sebelah timur Sidamanik saling berhadapan rumah tetapi beda kecamatan. Jalan raya Sidamanik yang menuju barat akan melalui desa desa kecil mulai dari Baharen (tanah kelahiran Bapak saya), Sinaman, Kebun Tobasari, Sait Buttu, Manik Saribu hingga tiba di persimpangan jalan alternatif Parapat dan Kabanjahe (tanah Karo). Jarak tempuh Sidamanik dan kota Parapat danau Toba (dahulu adalah tujuan wisata favorit bagi orang bule) hanya 1 jam perjalanan kurang lebih 40 km dengan aspal yang lumayan mulus.
Bicara tentang Parapat saat ini bikin hati jadi miris. Dulu sewaktu masih ada penerbangan langung dari Eropa ke Medan yang dilayani maskapai penerbangan KLM milik Belanda, kota Parapat tidak pernah sepi pengunjung baik domestik mapun luar negeri. Sekarang, mau cari bule saja susahnya minta ampun. Zaman waktu saya SMA para bule bule yang di Parapat adalah objek gratis untuk melatih kemampuan bahasa inggris kita. Tak heran dulu banyak menjamur les / kursus bahasa inggris di kota Pematang Siantar. Hotel hotel bertaraf Internasional yang banyak berdiri di Parapat lebih sering dipakai untuk acara pertemuan2 saja. Bahkan sudah ada yang mulai gulung tikar. Konon Hutomo mandala Putra (Tommy Suharto) juga punya hotel di sana namanya Hotel Niagara. Memang, di sana pernah dibuat pertemuan Gubernur se dunia yang katanya dihadiri juga oleh Arnold Schwarzeneger (gubernur California USA), yang tujuannya sekaligus memperkenalkan Parapat ke dunia Internasional.
Kembali ke Sidamanik, sekarang masyarakat di sana lagi senang senangnya menanam Kopi. Istilahnya menurut oarang orang di sana KOPI SIGALAR UTANG (Kopi Pembayar Hutang). Kenapa disebut begitu, karena Kopi ini adalah varietas baru yang mampu panen dalam waktu singkat, tidak seperti kopi Robusta zaman dulu. Perawatannya mudah, dan harganya juga lumayan bagus. Menunggu waktu panen, biasanya mereka membuat tanaman tumpang sari, dengan menanam Cabai atau sayuran di antara tanaman kopi. Sekarang kalau kita berkunjung ke daerah Sidamanik, ladang ladang penduduku akan penuh oleh tanaman kopi favorit ini. Selain tanaman Kopi, Sidamanik juga daerah lumbung beras di Simalungun, walaupun tidak sehebat daerah Panei Tongah ataupun Bandar Serbelawan. Kebetulan orang tua saya juga punya sepetak sawah di pinggiran kebun teh. Wah.. jadi ingat saya dengan Mamuro (menjaga padi) dari burung burung. Udara sejuk dan sepotong ubi bakar pasti selalu menjadi teman saya di sawah. Tak lupa juga madi di Bondar (sungai) di pinggir sawah telanjang bulat bersama kerbau milik teman.
Kebun teh juga sering menjadi tempat bermain saya sewaktu kecil. Asyiknya di sana adalah bisa bermain sepeda sepuasnya tanpa takut ketabrak kendaraan bermotor, mencari belalang, bermain petak umpet, dan mencari benalu teh yang berkhasiat untuk obat. Saya juga sering membantu orang tua mencari kayu bakar di sini. Dahulu penduduk Sidamanik selalu memanfaatkan ranting kayu Teh sebagai bahan bakar di dapur. Setiap waktu tertentu, tanaman teh selalu dipangkas agar tidak tinggi menjulang. Ini adalah saat yang tepat untuk marsoban (mencari kayu). Sambil mencari kayu kami juga tak lupa membawa bekal makanan dari rumah, bisa nasi dengan lauk seadanya, atau jagung rebus dan kacang. Hmmm nikmat bila dimakan di tengah kebun Teh yang sejuk, apalagi bila perginya ramai ramai dengan teman.
Sidamanik memang tak terlupakan, banyak hal yang bisa diingat, banyak tempat yang berkesan, dan banyak kejadian yang bisa diceritakan. Tunggulah, nanti akan kuceritakan lagi.

Mandi bersama sama dengan kerbau ("horbo" bahasa batak)
Hal yang tak akan bisa dialami oleh anak saya.










Batam, 7 Oktober 2008
Juli Abet Simbolon

Tanda Cinta

Blog ini awalnya didasari oleh rasa cinta dan kasih sayangku yang tak berbatas kepada "Forlini Sawittry" istriku, dan putraku seorang "my hero" Ananta Yehezkiel Asido Simbolon. Juga kepada semua orang orang yang tak pernah lelah untuk berjuang demi kebaikan. Bahwa untuk memulai sebuah kehidupan yang baru dibutuhkan doa, cinta, pengorbanan, dan perbuatan. Tidak pernah terbayangkan dalam perjalanan hidup saya, ternyata di usia yang sudah 3 dasawarsa, saya sudah memiliki harta yang paling berharga dalam hidup saya, istri yang baik, anak yang sehat dan pintar, keluarga yang bahagia, pekerjaan, teman teman yang begitu mengerti saya, dan masih banyak lagi hal hal yang membuatku semakin sujud syukur kepada pemilik otoritas dunia ini "TUHAN".
Kecintaanku terhadap budaya dan tanah kelahiranku, rasa ingin tahu yang besar terhadap segala rahasia Tuhan, latar belakang didikan orang tua yang membesarkanku, minatku yang besar terhadap perkembangan dunia luar, membuatku ingin menulis, melukiskan dan menumpahkannya disini. Akhirnya, semua didasari karena Cinta. Ya cintaku pada kebaikan.