Sabtu, 23 Januari 2010

Sidamanik aku datang lagi..

Selamat Tahun Baru 2010..........
Sudah lama tak menulis di Blog ini. Entah karena malas, atau tak ada sumber inspirasi, yang Rata Penuhpasti sudah hampir 7 bulan aku tak menuliskan apa apa di blog ini.

Kebetulan aku baru saja pulang kampung ke Sidamanik bersama keluarga, untuk menghadiri acara pesta pernikahan adikku yang paling bungsu "Evlin Wahyuni Simbolon". Selain kami yang dari Batam, semua adik adik juga pulang ke Sidamanik. Dari Banjarmasin, Banten dan dari Bandar Lampung lengkap dengan anak anaknya ikut mudik. Maklumlah ini hajatan besar di keluarga kami karena, tinggal Evlin satu satunya yang belum menikah.

Evlin menikah dengan Jevendri Girsang yang berasal dari Merek Raya. Selama ini Jevendri bertugas di Polda Papua, sebagai Polisi. Lengkaplah sudah ipar iparku 4 orang, 3 diantaranya berprofesi sebagai polisi. Sampai sampai orang sekampung heran, dan mengomentari dengan sedikit guyonan, kalau rumah kami di sidamanik bisa dijadikan kantor polisi.

Sebenarnya adik kandungku 3 orang perempuan, yang satu lagi (bernama Nunung) adalah parumaen (menantu) namboruku yang sudah diangkat menjadi boru Simbolon (Putri Bapak), karena dia aslinya bersuku Jawa. Secara adat Batak, Nunung sudah resmi menjadi borunya Bapak atau resmi menjadi adik saya, karena pihak Namboruku sudah menyelenggarakan acara Adat untuk memohon kepada Bapak agar menjadikan Nunung sebagai Putrinya.

Selama di Sidamanik, kami juga menghabiskan waktu berlibur ke Tanah Karo. Menginap semalam di Berastagi yang dingin, mandi air belerang di Lau Debuk debuk, ke Air terjun Tongging. Hanya satu yang tidak kesampaian, jalan jalan ke kampung oppung di Pangururan Samosir.


Di postingan ini, ada beberapa foto yang ku upload, agar teman teman bisa melihat lebih dekat, betapa indahnya Kampung halamanku itu.


Batam, 23 Januari 2010

Kamis, 30 Juli 2009

SIDIKALANG

Saat liburan ke TAMAN WISATA IMAN Sidikalang, bersama keluarga. Sebuah karya besar dari Pemerintah Kabupaten Dairi, dimana dalam proses pembangunannya melibatkan banyak stakeholders, mulai dari Perusahaan Swasta yang tersebar di seluruh Sumatera Utara, Perkebunan, dan Kelompok masyarakat. Semoga daerah lainpun akan meniru langkah ini, untuk menciptakan landmark baru di setiap daerah, sehingga mampu menciptakan daerah tujuan wisata baru yang otomatis akan berdampak pada bergeraknya roda ekonomi daerah masing masing. Salut...untuk Dairi.....suatu saat pasti aku akan ke sana lagi.




Sabtu, 04 Juli 2009

8 Juli...


8 Juli...sebentar lagi..tak terasa bertambah lagi usiaku. Menyadarkankanku untuk mensyukuri segala berkat yang telah Tuhan berikan untukku selama 32 tahun ini.

Seperti mesin waktu....terbayang betapa gelisahnya aku waktu kecil dulu menanti tanggal keramat ini. Gelisah menanti makanan apa yang akan diberikan Mamak untukku. Tidak ada kado Ultah, ataupun pesta yang meriah. Hanya sebutir telur, dan sekali sekali kalau mamak punya uang, beliau akan membeli seekor ayam yang masih muda untuk dipanggang dan dipersembahkan untukku. Tetapi kadang Ultah pun bisa tak mendapat apa apa, persoalannya sederhana saja: "mamak lupa atau pura pura lupa".

Semua itu bisa kuterima dengan lapang dada. Mamak selalu berpesan, bahwa hal yang paling penting saat Ultah itu bukan makan makannya tetapi, mensyukuri kesehatan dan kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Sebagai seorang anak kecil, biasanya aku pasti mangut mangut mendengar khotbah Mamak, walaupun dalam hati sebenarnya miris, bila membandingkan anak tetangga merayakan Ultah dengan memecahkan balon.

Seumur hidup aku belum pernah merayakan pesta ulang tahun bersama teman temanku, entah bagaimana rasanya akupun tak tahu, membayangkan teman teman antri menyalami kita sambil memberikan kado..mmhh pasti rasanya luar biasa apalagi bila diiringi tepuk tangan riuh rendah, bernyanyi bersama. Pernah juga aku protes ke Mamak, kenapa kog Ultahku tidak pernah dirayakan bersama teman teman, jawaban mamak sungguh mengiris hati: "kita bukan orang kaya yang suka pesta pesta..!! Bah sedihnya hidup ini pikirku saat itu.

Sekarang baru kusadari apalah artinya ultah itu bagi seorang yang sudah dewasa sepertiku. Bertambah umur, berkurang pula waktu untuk kita bisa eksis di dunia ini. Apa yang bisa kita lakukan dalam sisa waktu kita? Bukan pesta, bukan mencari makanan, tetapi menghitung hari untuk melakukan perbuatan yang benar di hadapan Tuhan.

Kenyataan ini membuat aku berpikir dan bertanya, "Adakah waktuku, semua milikku dipersembahkan hanya bagi Tuhan? Adakah aku mau meluangkan waktu untuk mengenal dan berbicara dengan Tuhan? Adakah hari-hariku berkenan di hadapan Tuhan dan mengikuti waktunya Tuhan? Adakah hari-hariku dipenuhi dengan melakukan perintah Tuhan?

Aku tidak boleh menyia-nyiakan waktuku, menjalani kehidupan dalam keputusasaan dan kesia-siaan. Semua kita sedang bergerak cepat menuju kekekalan. Tuhan tahu isi hati kita. Dia tahu motivasi kita dalam pekerjaan atau aktivitas kita saat ini. Sudahkah kita memandang segala sesuatu dan melakukan segala sesuatu melalui lensa kekekalan, perkara-perkara yang tidak kelihatan, investasi surgawi?

Ajar aku Tuhan, untuk menghitung hari-hari, hingga aku beroleh hati yang bijaksana. Ajar kami untuk merendahkan diri di bawah kaki-Mu, menyerahkan seluruh hati kami kepada-Mu. Apa yang kumiliki di dunia ini, akan hilang lenyap. Tetapi apa yang kumiliki di surga akan tinggal tetap. Ajarku Tuhan.


Batam, 04 Juli 2009

Juli Abet Simbolon












Sabtu, 27 Juni 2009

LANJUTKAN


Satu yang terlintas dipikiran bila mendengar kalimat ini, pasti kepada pasangan Calon Presiden SBY Budiono. Anakku Kie bahkan sampai hafal iklan kampanyenya, dan sangat bersemangat berteriak "lanjutkan". Memang iklan ini cepat terserap pikiran semua golongan umur. Selain karena lagu jingle nya sudah akrab di telinga (jingle mie instan), gambar yang menarik, & yang pasti slogannya singkat dan gampang di ingat. Anak kecilpun bisa ingat.

Kalau dibandingkan dengan iklan Capres lain, anak saya tak bisa ingat, mungkin karena terlalu rumit atau penyampaiannya yang terlalu berat, jadi anak saya nggak bisa nangkap. Pengaruh iklan terhadap image sebuah produk memang luar biasa. Tak heran seorang Philip Kotler begitu menitik beratkan point ini dalam teori 4P nya.

Iklan personal brand capres umumnya berisikan pesan-pesan yang disusun rapi dan terstruktur. Komunikasi mencakup aspek-aspek hebat dan fantastis tentang pemilik brand disampaikan dalam bentuk iklan elektronik dan cetak, termasuk billboard yang dipasang di jalan-jalan. Bentuk komunikasi ini disebut dengan istilah controllable communication, artinya pesan tentang brand dibentuk dan dikendalikan oleh pemilik brand nya (brand owner) langsung.
Persoalannya, belum tentu publik setuju dengan pesan-pesan polesan pencitraan tersebut. Apalagi jika pesan yang diangkat tidak cocok, tidak relevan dan cenderung bombastis. Contohnya adalah tema tokoh patriotik, pembela petani, peduli rakyat miskin, ahli dalam menyelesaikan semua persoalan bangsa, dll. Pesan-pesan yang tidak membumi ini yang biasanya justru memicu gencarnya serangan balik suara masyarakat Intelektual yang semakin kritis mempertanyakan dan menantang kebenaran dan relevansi komunikasi model ini. Bagi saya, fenomena publik yang kritis ini sangat melegakan, untuk menjaga keseimbangan informasi. Komunikasi dari brand owner (saja) bisa menyesatkan karena kentalnya kepentingan.
Sebenarnya, sudah sejak lama media konvensional seperti TV, koran, dan majalah menyediakan ruangan untuk tanggapan publik. Di acara TV dan radio kita kenal program-program interaktif dimana melalui telpon, publik bisa ikut berdialog. Di koran dan majalah, ada rubrik surat pembaca. Masalahnya, selain sangat terbatas tempat dan waktunya - di mata publik, media konvensional dikenal sarat muatan kepentingan golongan tertentu (pemerintah atau partai tertentu). Diduga ada banyak proses sensor dan seleksi sebelum pesan publik dimuat.
Alternatifnya, dengan kemudahan teknologi informasi/komunikasi, tersedia bentuk media baru (new media) yang lebih cepat, lebih bebas dan lebih leluasa untuk menampung suara publik. Melalui Internet, publik bisa menulis apa saja dalam wadah websites, personal blogs, e-forum, mailing list dan social networking media lainnya seperti Facebook dan YouTube, dll. Disini tidak ada batasan halaman, seseorang bisa menuliskan berlembar-lembar komentar kalau mau dan sanggup. Dan yang lebih penting lagi, praktis tidak ada sensor! Di media ini, yang pegang kendali isi komunikasi bukan pemilik brand lagi. Kendali dipegang oleh publik langsung. Karenanya dalam komunikasi pemasaran, media ini disebut dengan uncontrollable media. Istilah lainnya adalah Consumer Generated Media (CGM), yaitu media yang dibentuk dan dikontrol sendiri oleh konsumen (untuk konteks politik, konsumen analogi dengan publik)
Pemilik brand boleh saja mengatakan bahwa tulisan yang ada di dalam new media cenderung ngawur, tidak berbobot atau asal-asalan. Beberapa akademisi bahkan tidak menyarankan sitasi referensi dari CGM untuk tulisan ilmiah karena dianggap tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tetapi, dilihat dari perspektif lain, hasil akhir sebuah komunikasi adalah persepsi yang terbentuk tentang brand. Persepsi didorong dari sumber-sumber komunikasi yang menurut audiensnya lebih meyakinkan, lebih kredibel. CGM ini menduduki peringkat kepercayaan (believability) yang jauh lebih tinggi dibanding iklan komunikasi biasa. Suara publik dinilai lebih independen dan tanpa pretensi.
Membicarakan citra sama halnya dengan pekerjaan bagaimana anda membangun image atau persepsi seseorang dibenak khalayak. Image adalah persepsi yang paling menonjol. Kandidat yang memiliki citra baik dimata masyarakat, serta program-program yang ditawarkan lebih jelas dan tidak muluk-muluk relatif lebih bisa diterima oleh masyarakat ketimbang kandidat yang menjanjikan janji-janji besar namun dalam realisasinya nol besar. Ada juga kandidat yang berapi-api dalam menyampaikan gagasannya tentang perbaikan negara Indonesia ke depan namun dalam pengalamannya sebagai Presiden pun ia ‘Gatot’ alias gagal total.
Dalam konteks iklan politik, citra bisa dibuat sedemikian rupa. Citra kandidat yang sebelumnya tidak baik bisa menjadi baik. Namun sejatinya citra tidak bisa direkayasa. Citra positif akan terbentuk jika dalam pelakasanaannya ia bekerja keras merealisasikan janji-janjinya sehingga hal iti yang akan mengangkat namanya kelak. Namun karena kecanggihan para konsultan pencitraan, iklan yang ditampilkan benar-benar bisa membalik semuanya. Citra dibentuk oleh para konsultan pencitraan sehingga komunikasi dan penyampaian program-program kandidat bisa tersampaikan kepada calon pemilih. Program kandidat merupakan salah satu kunci penting untuk mendapat citra yang positif. Persoalannya, sejauh mana efektivitas iklan politik dalam menggamit suara masyarakat?

Senin, 26 Januari 2009

Beautiful Batam


Batam....
Sebuah pulau dan sebuah kota yang sangat dinamis di ujung semenanjung Malaysia. Berbatasan langsung dengan Negara termakmur di Asia "Singapore, juga dengan Kota Johor (Malaysia). Beruntunglah Indonesia punya pulau yang letaknya se strategis ini.

Dahulu, Batam bukanlah apa apa, bahkan namanyapun hampir tidak pernah disebut sebut dalam peta Indonesia, kecuali Pulau Bintan (Kota Tanjung Pinang) yang terletak di sebelahnya. Bintan memang pusat perhatian sejak zaman pra kemerdekaan dulu, karena dari sinilah dimulai sejarah pergolakan penjajahan eropah di semenanjung Malaysia, konflik kerajaan Melayu Malaka, Johor, Temasek(singapore) dan Bentan (Bintan). Dari Bintan pula bersumber bahasa persatuan kita "Bahasa Indonesia" yang terkenal dengan petuah bijak "Gurindam 12" yang diciptakan oleh Raja Ali Haji (Pahlawan Nasional Bapak Bahasa Indonesia).

Sedangkan Batam, dahulunya hanya sebuah pulau terasing yang hanya dihuni sekelompok kecil penduduk asli, yang daratannya masih dipenuhi oleh hutan belantara, dan hutan bakau yang lebat.

Batam adalah salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam diambil. Satu-satunya sumber yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Traktat London (1824).

Penduduk asli Pulau Batam diperkirakan adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut. Penduduk ini telah menempati wilayah Pulau Batam sejak zaman kerajaan Tumasik (sekarang menjadi Singapura) di penghujung abad ke-13. Dari catatan lain ditemukan kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh Orang Laut sejak tahun 231 M yang di zaman Tumasik disebut Pulau Ujung.

Pada masa jaya Kerajaan Malaka, Batam berada di bawah kekuasaan Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh kekuasaan atas kawasan Pulau Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan (sekarang menjadi Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pertengahan abad ke-18. Dengan hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan Yang Dipertuan Muda Riau sampai berakhirnya kerajaan Melayu Riau pada tahun 1911. Pada abad ke-18 Lord Minto dan Raffless dari Inggris melakukan barter dengan pemerintah Hindia Belanda sehingga Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura diserahkan kepada pemerintah Belanda. Di abad ke-19, persaingan antara Inggris dan Belanda amat tajam dalam upaya menguasai perdagangan di perairan Selat Malaka. Bandar Singapura yang maju dengan pesat, menyebabkan Belanda berusaha dengan berbagai cara menguasai perdagangan melayu dan perdagangan lain yang melalui jalur itu. Akibatnya banyak pedagang menyusup ke Singapura secara sembunyi-sembunyi. Pulau Batam yang dekat dengan Singapura sering dimanfaatkan untuk berlindung dari gangguan patroli Belanda.

Sejak dua puluh tahun silam, pulau kecil Batam yang terletak di sebelah utara Kepulauan Riau, telah berkembang dengan sangat pesat di luar imajinasi orang. Sampai tahun 1970an bahkan sangat sedikit orang yang mengetahui keberadaannya.
Kebangkitan perkembangan ekonomi pulau tersebut dimulai sejak penggunaannya sebagai basis logistik dan penunjang eksplorasi sumber daya minyak dan gas oleh Pertamina, pada akhir tahun 1960an.Lokasi Batam yang strategis terletak pada jalur perdagangan internasional, menjanjikan masa depan yang cerah. Pulau Batam juga memiliki keunggulan karena terletak pada pusat Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-GT). Sejak tahun 1978, dengan menurunnya industri perminyakan, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengembangkan Pulau Batam sepenuhnya untuk mendapatkan potensi ekonomi sebesar-besarnya.
Di bawah kepemimpinan Prof. DR. Ing BJ Habibie, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi, seluruh bagian Pulau Batam dinyatakan sebagai kawasan berikat, sehingga lebih memantapkan lagi kedudukannya sebagai daerah industri yang luas bertujuan ekspor.

Inilah Batam di abad 21 ini...

Perkembangannya sangat luar biasa, bahkan sampai ada yang mengatakan, bila 1 bulan saja kita meninggalkan Batam, dijamin nyasar saat kita kembali lagi. Memang, daya tarik Batam sangat luar biasa. Dahulu di tahun 90- an, batam dikenal sebagai pulau Dollar, mengingat betapa mudahnya orang orang dari seluruh penjuru negeri memperoleh pekerjaan yang layak. Barang elektronik begitu murah, mobil merk apapun bisa didapat. Fashion model terbaru pasti ada.

Sampai kepada tahun 2000 an, Batam tak lagi seindah yang diceritakan orang. Pekerjaan semakin sulit di dapat, banyak investor yang gulung tikar, kawasan industri semakin sepi. Sejak penerapan pajak (Bea barang Masuk), semua kemudahan memperoleh barang elektronik, mobil, pakaian, minuman beralkohol semakin ditiadakan.

Saat ini, semangat Free Trade Zone mulai diterapkan dengan ditetapkannya kawasan BBK (Batam, Bintan, Karimun) sebagai daerah Free Trade Zone. Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai harus datang berulang kali ke Batam untuk mensukseskan ini.

Sekarang, Batam menggeliat lagi, menjadi corong pertumbuhan ekonomi di negara ini. Investor mulai banyak berdatangan menyambut hangat FTZ ini, tak tanggung tanggung hampir 200 trilliun di investasikan di kawasan ini. Salah satu yang bisa dilihat adalah Mega wisata Ocarina yang terletak di dalam kawasan perumahan prestisius "Coastarina" Batam Centre. Proyek ini dikembangkan oleh Arsikon Group, salah satu pengembang terkemuka di Pulau Batam, yang juga sekaligus kompetitor perusahaan tempat saya bekerja "Cipta Group Developer Property".
Saya pribadi sangat mengapresiasi sepak terjang Arsikon Group ini. Mudah mudahan akan semakin banyak investor property yang mau dan mampu menciptakan Batam, sebagai kota termodern di Indonesia.
Pesan saya....
Ayo kunjungi Batam, Bila Anda Tabah Anda Menang.


Batam Island, 26 Januari 2009
Juli Abet Simbolon

Rabu, 21 Januari 2009

Ragam Umpasa (Pantun petuah) Simalungun

Di sini saya tuliskan berbagai macam Umpasa dalam bahasa Simalungun, yang saya kutip dari buku "Adat ni Simalungun" oleh Partuha Maujana Simalungun 2002. Mudah mudahan bermanfaat bagi kita / masyarakat pencinta budaya dan bahasa Simalungun.

1. Wujud Berkat / Pasu pasu, saat memberikan persembahan makanan kepada saudara / tamu.
Riang - riang bulung motung
Rap-rap bulung hoppawa
Hinariah hinabosur
Asal rup hita tartawa


Habang ma ampul ampul
Hu atasni tarbangun
On ma indahan apul apul
Sai ulang be malungun

Bagod na madungdung
Pilo pilo na jagar
Salosei ma nalungun
Roh ma na jagar

Boras ni par sinaman
Isuhat bani tapogan
Horas ma nasiam namangan
Horas homa na nidapotan

2. Umpasa ase Marhasadaon / Marsihaholongan (Agar saling mengasihi)
Hodongni birah do
Rokkat ni bagod
Dosni uhur do
Sibahen na saud

Nisuan sanggei sanggei
I buttuni luhutan
Nasiam ma gabei
Anggo marsipaihut ihutan

Sin Raya sini Purba
Sin Dolog sini Panei
Manlangkah pe lang mahua
Asalma marholong ni atei

Ipongkah buluh balangkei
Sigeini bagod puli
Pinungkahni oppungta na parlobei
Ihutkononni na parpudi

3. Umpasa secara Umum
Boras san supak
Boras san nangging
Horas ma nasiam na mulak
Horas homa hanami na tading

Timbahouni si morbou
Ulung magou san rihat
Age lingod panonggor
Ulang magou pardingat

Talun ni Purba saribu
Tubuhan hare hare
Hata podah hata pasu pasu
Sai ulang muba sai ulang mosei

Asarni poldong poldong
I buntu ni tapian
Mamasu masu ma hanami tondong
Sai roh ma parsaulian

Asarni hati nong nong
I buntu ni tapian
Anggo mamasu masuma tondong
Lambin tambahma pansarian

Andor hadungka
Togu toguni lombu
Sai sayur matua
Ronsi patogu togu pahompu


Batam, 21 Januari 2009
Juli Abet Simbolon

Senin, 12 Januari 2009

Oleh oleh Pulkam (pulang kampung)


Tak hanya di Batam, di semua tempat di Republik ini sekarang lagi meriah dengan persiapan Pemilu yang akan dilaksanakan bulan April 2009 ini.
Baru saja saya dan keluarga pulang ke kampung halaman di Sidamanik dalam rangka merayakan Natal dan Tahun Baru bersama orang tua tercinta. Saya menghabiskan jatah cuti saya selama 12 hari di kampung halaman dengan "raun raun" ke tempat yang saya sudah rencanakan jauh jauh hari. Tidak ketinggalan mengunjungi Ibukota Kabupaten Simalungun yang baru: "Raya" yang jaraknya kira kira 40 km dari Pematang Siantar.
Saya juga pergi ke Pangururan ibukota kabupaten Samosir, ke Kabanjahe ibukota kabupaten Karo, dan yang pasti berkunjung juga ke kota Medan. Puas dan melelahkan.
Selama perjalanan liburan ini, hanya satu saja yang menjadi ganjalan di pikiran saya, yaitu banyaknya umbul umbul, spanduk, baliho para calon legislatif (caleg) sepanjang kiri kanan jalan, yang selain semrawut penempatannya, juga menjadi hiburan tersendiri buat saya dan keluarga. Kenapa jadi hiburan? Kadang saya dan keluarga sering tertawa bila melihat gambar para caleg yang terpampang di Baliho ataupun spanduk yang mereka pajang. Berbagai macam bentuk ekspresi wajah para caleg ini yang banyak mengundang joke segar sepanjang perjalanan. Ada yang tersenyum dengan sumringah lengkap dengan pakaian adat, ada juga yang ekspresinya tegang, terkesan garang, bahkan ada juga yang berekspresi seperti menangis.
Yang saya tidak bisa lupa adalah saat Bapak saya mengomentari Foto caleg perempuan dari Partai gurem (saya lupa nama partainya), tiba tiba bapak saya bilang :" bah, songon namuruk do huida fotoni itoan on". Refleks kami menoleh gambar yang terpampang secara jelas di kiri jalan, memang ekspresi caleg perempuan ini sangat kaku ( bisa dibilang sangar). Menurut Bapak saya, mungkin caleg perempuan ini sedang memikirkan modal kampanyenya saat hendak difoto. Kemungkinan si caleg sudah pontang panting cari pinjaman modal, bahkan rumahpun sudah tergadai demi mulusnya pencalonan. Makjang...!
Memang luar biasa ambisi dan minat masyarakat Sumatera Utara sekarang untuk terjun ke dunia politik ini. Sangkin berminatnya, menurut para anggota parlemen Pakter Tuak di Sidamanik, banyak para caleg ini yang tiba tiba muncul menjadi politikus dadakan. Ada mantan kernet (kondektur) bus, pedagang pakaian rojer (rombengan jerman), parmitu (anggota kedai tuak), pendeta, preman kampung, raja parhata adat, tengkulak, bahkan janda kembang dan banyak lagi. Di satu sisi, saya pribadi menyambut gembira kenyataan ini. Berarti kesadaran warga kampung saya akan hak politiknya sudah cukup bagus. Di lain sisi saya juga sebenarnya prihatin. Bagaimana mungkin orang orang yang berani maju menjadi caleg ini bisa menjadi wakil rakyat. Memang untuk sekedar mematuhi kuota caleg, banyak partai yang asal comot saja terhadap calegnya tanpa memandang dan menilai kualitas si caleg. Yang membuat hati saya semakin miris, banyak diantara caleg ini sebenarnya hanya memiliki modal materi yang pas pasan tetapi berani maju dengan menjual ataupun menggadaikan hartanya. Bukankah ongkos politik itu mahal? Kalau harta yang dia cari untuk dijual masih wajar, nah kalau harta warisan yang dijual? Alamat jadi anak durhaka.
Menurut bapak saya, tidak heran nanti bila Pemilu sudah usai maka akan banyak orang simalungun yang berangkat berobat ke Penang Malaysia untuk berobat karena terserang stroke atau jantung. Kalau ternyata mereka tidak terpilih atau kalah saat Pemilu, bisa jadi banyak dari antara mereka yang akan jadi pesakitan karena memikirkan kerugian. Sudah ngutang, jual harta habis habisan tak menang pulak, jantungpun bisa berhenti mendadak. Sekarang memang lagi trend bagi orang Simalungun untuk pergi berobat ke Penang. Sayapun sebenarnya kurang tahu persis alasannya kenapa harus ke Penang. Apakah memang karena standart pelayanan medis yang kurang memadai di Indonesia, atau memang karena kemampuan ekonomi mereka sudah mantap, atau karena memang sekalian mau raun raun juga.
Selama di kampung halaman saya juga menyempatkan diri melihat pusat pemerintahan kabupaten Simalungun di Pematang Raya. Memang sarana perkantoran yang dibangun cukup megah dan bisa dibanggakan. Tetapi dibalik itu semua, saya juga melihat ketidakberesan dan ketidaksiapan warga dan pemerintah kabupaten Simalungun dalam membangun daerahnya. Jalan raya yang menghubungkan kota Pematang Siantar ke Raya hanya mulus separuh tempuh saja, berhenti sampai Panei tongah. Mungkin ini karena kemarin Presiden SBY berkunjung ke Panei tongah untuk Panen Raya. Jadi paling tidak SBY tidak akan merasakan betapa keritingnya jalan yang harus dia lalui. Dalam artian, pak Bupati Simalungun T.Zulkarnain Damanik, ABS saja (asal bapak senang).
Mulai dari Panei Tongah sampai ke Raya dan Tigarunggu, jalan rayanya hancur. Tidak mencerminkan bahwa disanalah letak ibukota Kabupaten Simalungun. Masyarakatnyapun terkesan tidak siap menerima perubahan ini. Kebetulan adik saya berkantor di sana, dan menurut adik saya, displin pegawai semakin berkurang karena hampir 80 % terlambat masuk kantor. Dari jalan raya, lokasi kantor seluruh dinas jawatan masih harus ditempuh sekitar 2 km. Sebenarnya ada akses pintas, tetapi penduduk lokal melarang para pegawai untuk melewatinya, supaya para abang ojek (RBT) dan abang Becak bisa dapat penumpang dengan tarif yang tak bisa kompromi.
Di Samosir dan Tanah Karo pun hampir tidak ada perubahan. Sia sia rasanya otonomi daerah ini bila hanya menjadi ajang untuk melahirkan raja raja kecil yang baru. Jalan raya sungguh sangat memprihatinkan. Mulai dari Tongging sampai Tigapanah Karo, jalanan juga keriting. Dari Merek sampai Sumbul Dairi, hancur. Yang mulus hanya dari Tomok Samosir sampai Pangururan. Jalanan yang ada di atas pulau Samosir (kampung oppung saya) nyaris seperti sungai kering. Sebenarnya kalau pemerintah mau, jalan yang jelek ini bisa dijadikan ajang off road. Selain menjadi agenda wisata, effectnya kepada masyarakat pasti terasa. he he he.
Itulah sedikit cerita perjalanan saya pulang kampung ke Bona ni Pinasa, masih banyak lagi sebenarnya yang perlu diceritakan, tetapi tunggulah pasti akan saya tuliskan lagi.

Batam, 14 Januari 2009
Juli Abet Simbolon